Selasa, 30 Januari 2018

SEJARAH ISLAM DI JEPANG


   A.   SEJARAH ISLAM DI JEPANG

Agama islam atau ( isuramu kyou ). Tidak ada catatan yang jelas maupun jejak sejarah yang jelas mengenai kontak antara Islam dan Jepang serta kapan persisnya Islam masuk ke Jepang. Tapi setidaknya dapat diketahui bahwa Islam masuk ke Jepang melalui penyebaran ide/pemikiran religius dari Barat (Western) pada tahun 1877. Pada masa itu kisah hidup Nabi Muhammad SAW diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Hal ini menyebabkan Islam mampu hadir dan diterima di tengah kalangan intelektual Jepang, walaupun Islam pada saat itu hanya dipandang sebagai sebentuk pengetahuan serta bagian dari sejarah budaya. Kontak lain yang juga tidak kalah penting adalah ketika Turki Ottoman mengirimkan utusan berupa armada angkatan lautnya ke Jepang pada tahun 1890. Tujuan dari misi diplomatic ini adalah untuk menjalin hubungan antara dua negara dan untuk saling mengenal satu sama lain. Armada angkatan laut ini dinamakan “Ertugrul”. Armada ini kemudian terbalik dan kandas di tengah perjalanan pulangnya, Dari 600 (enam ratus) penumpang, hanya 69 (enam puluh sembilan) yang selamat. Pemerintah maupun rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat, akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891 (seribu delapan ratus sembilan puluh satu). Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904 (seribu sembilan ratus empat). Dikatakan, pada saat armada kapal kekaisaran Rusia melintasi laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan karena itu, Jepang meraih kemenangannya.[1]
Orang Jepang yang pertama kali masuk Islam adalah Mitsutaro Takaoka yang menjadi Muslim tahun 1909 dan kemudian berganti nama menjadi Omar Yamaoka. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa orang jepang bernama Torajiro Yamad kemungkinan merupakan pemeluk islam pertama di jepang dan ia pernah berkunjung ke Turki. Komunitas muslim baru di  jepang ada setelah kedatangan pengungsi dari Uzbek, Kirgih kazakh, dan kaum Tatar muslim yang lari akibat terjadi Revolusi Bolshevik di Rusia selama perang dunia I. Pemerintahan kekaisaran jepang kemudian bersedia menyediakan lahan bagian tempat tinggal mereka di beberapa kota sampai membentuk komunitas- komunitas kecil.
Sejarah dakwah di Jepang pada 14 tahun terakhir didasarkan pada upaya-upaya Muslim asing (orang-orang Muslim yang berasal dari luar Jepang) yang tinggal di Jepang. Mereka umumnya membentuk komunitas kecil serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ke-islaman di Jepang, sambil menuntut ilmu atau bekerja di Jepang, Setelah Perang Dunia II, komunitas Muslim Turki merupakan komunitas terbesar di Jepang. Jepang pasca perang merupakan sebuah negara yang terkenal dengan simpatinya yang besar terhadap orang-orang Muslim yang berasal dari Asia Tengah, menganggap mereka sebagai sekutu Uni Soviet. Pada saat itu terdapat beberapa orang Jepang yang bekerja sebagai mata-mata yang mengadakan interaksi langsung dengan komunitas Muslim ini. Beberapa diantaranya terbuka matanya tentang Islam dan kemudian memeluk Islam setelah perang berakhir. Ada juga yang pergi ke Asia Tenggara seperti Malaysia sebagai tentara selama Perang Dunia II berlangsung. Ketika menembaki wilayah Malaysia dari udara, sang pilot Jepang ini menginstruksikan anak buahnya untuk mengucapkan kalimat Tauhid “Laa Ilaha illallohu”. Dan ketika mereka ditembak jatuh oleh tentara musuh di wilayah Malaysia, mereka melontarkan kalimat Tauhid agar diberi perlakuan yang baik oleh penduduk setempat. Dan memang mereka diberi perlakuan yang layak. Para tentara Jepang yang menetap di Malaysia ini akhirnya tetap menjaga kalimat Tauhid itu sampai sekarang. Mereka disebut Muslim generasi tua.[2] Mereka menjadi sebuah kelompok minoritas Muslim Jepang pasca perang, dan hidup bersama-sama dengan komunitas-komunitas Muslim yang berasal dari negara lain, yang pada saat itu baru terbentuk. Secara umum, orang-orang Jepang pada saat itu mempunyai prasangka negative (prejudice) yang kuat terhadap Islam dan pengetahuan serta pemahaman mereka mengenai komunitas internasional amatlah terbatas. Sebagai contoh, dalam sebuah artikel yang dimuat di sebuah majalah tahun 1958, lima pilar Islam (rukun Islam) digambarkan dengan membuat judul “The Strange Customs of Mohammedans (Adat-Istiadat Muhammad yang Aneh) Orang-orang Jepang memiliki sebuah stereotip terhadap citra Islam sebagai sebuah agama aneh yang berasal dari negara-negara berkembang. Bahkan pada saat sekarang pun, meskipun telah dilakukan perbaikan, citra semcam ini belum bisa dihapus sepenuhnya. Beberapa tahun yang lalu, seorang penulis terkenal yang concern dalam bidang social mengatakan pada salah satu program acara TV bahwa Islam merupakan sebuah agama yang pengikutnya menyembah matahari Invasi Jepang terhadap China dan negara-negara Asia Tenggara selama Perang Dunia II.[3]
Munculnya komunitas muslim itu, akhirnya berdampak didirikanya sejumlah bangunan masjid. Salah satu yang dianggap penting adalah masjid Kobe yang dibangun pada tahun 1935 dan Masjid Tokyo tahun 1938. Masjid kobe adalah masjid tertua di jepang yang didirikan pada tahun 1935 yang pembangunanya didanai oleh komite islam Kobe. Ketika perang dunia ke-2, hampir seluruh kawasan jepang termasuk Kobe hancur akibat ledakan bom di daerah Hiroshima dan Nagasaki, namun berkat kekuasaan Allah Swt, Masjid tetap berdiri kokoh dan menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa ketika itu. Masjid kobe sekali lagi diuji dengan gempa yang melanda kota tersebut pada tanggal 17 januari 1995. Gempa berkekuatan 6,9 Skala Richter itu telah membumi hanguskan kota kobe.   Ketika saya melihat arsip dokumen yang dipajang di bagian belakang masjid, saya tertegun sekaligus takjub dengan kebesaran Allah. Di dalam foto terlihat sesaat setelah gempa dahsyat tersebut, Sepanjang mata memandang,semua bangunan rata dengan tanah. Korban tewas tertulis berjumlah 5.502 orang. Allah kembali menunjukkan mukjizatnya. Masjid kobe tetap kokoh berdiri di tengah puing- puing reruntuhan bangunan lainnya.
Berkat komunikasi yang intens antar pemeluk islam beberapa penduduk jepang pun beralih ke islam saat itu. Islam mengalami perkembangan pesat selama berkecampuknya Perang Dunia II. Kekaisaran dan militer Jepang banyak menjalin hubungan dengan sejumlah organisasi dan pusat kajian islam serta negara islam. Pada masa ini sebanyak 100 buku dan jurnal mengenai Islam terbit di Jepang. Namun, tujuan utama pihak militer mendekati kalangan adalah guna mendapat pengetahuan tentang Islam dalam kaitan rencana invasi ke negara-negara Asia Tenggara yang berpenduduk muslim. Tahun 1953 organi muslim pertama(Japan muslim Association) berdiri di bawah pimpinan Sadiq Imaizumi. Jumlah anggotanya masih sebanyak 65 orang dan bertambah dua kali lipat dua tahun kemudian. Pengganti Sadiq adalah Umar Meta. Dia mempelajari islam ketika bekerja di Cina saat perang dunia II. Karena sering kali berhubungan dengan umat muslim Peking-Cina.
Lama kelamaan Umar percaya terhadap ajaran Islam dan memutuskan beralih menjadi muslim, Sesudah kembali ke Jepang, dia pergi ke tanah suci Mekah dan tercatat sebagai orang Jepang pertama yang berhaji setelah masa perang. Tidak hanya itu, Umar selanjutnya juga membuat terjemahan Al-Qur`an ke dalam bahasa Jepang.Satu lagi masa kejayaan islam di Jepang tatkala terjadi krisis minyak dunia tahun 1973. Negara negara Timur Tengah mengembargo pasokan minyak mentahnya pada negara yang mendukung Israel. Oleh karenanya, perhatian warga Jepang tercurah pada perkembangan alam, khususnya di Timur Tengah. Mereka pun makin menyadari penting menjalin hubungan dengan negara-negara tersebut selagi pertumbuhan ekonomi Jepang. Akan tetapi, sekali lagi usai krisis minyak reda, Islam akan kembali dilupakan oleh masyrakat Jepang.[4]
Namun dengan berakhirnya efek oil shock, maka berakhir pula segala nostalgia ini. Ketertarikan orang-orang Jepang pada Islam menghilang secara cepat. Islamic Boom”
Menurut salah seorang Muslim Jepang, Nur Ad-Din Mori, beberapa tahun mendatang akan terjadi perkembangan Islam yang signifikan di Jepang. Hal ini ditandai dengan kembalinya lima pelajar Muslim ke Jepang setelah mereka menyelesaikan studinya tentang Islam di negara-negara Arab. Dua lulusan berasal dari Umm al-Qura University, Mekah, satu lulusan berasal dari Islamic University, Madinah, dan satu lagi berasal dari Dawa College, Tripoli dan terakhir berasal dari Qatar University. Meskipun para pelajar yang concern ke studi Islam ini jumlahnya tidak signifikan, namun hal itu sudah cukup bagus mengingat sebelumnya hanya ada enam pelajar yang concern ke Islamic Studies selama 20 tahun terakhir. Islam merupakan sebuah agama yang memberi penekanan pada pentingnya ilmu dan kita tidak dapat menegakkan Islam tanpa memahaminya (belajar). Nori merasa bahwa segenap upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Islam di Jepang sekarang ini mengalami sedikit penurunan. Mori juga mengeluhkan permasalahan lain yang dihadapi oleh para Muslim di Jepang : hanya ada sedikit orang yang bisa memberi pengajaran tentang Islam kepada masayakat local dengan menggunakan bahasa Jepang.
Sampai kini Islam seolah sulit berkembang di Jepang. Salah satu penyebabnya adalah ketaatan warga Jepang terhadap kepercayaan sinto dan Buddha. Statistik menyebutkan,sekitar 80 persen penduduk memeluk Sinto dan Buddha. Lainnya satu dari empat yang menganut agama lain. Adapun agama Islam dianut oleh sekitar satu setengah juta jiwa. Jumlah ini terbilang kecil dibandingkan populasi Jepang sebanyak 120 juta jiwa. Sebagian besar pemeluk islam ini adalah para pelajar dan imigran dari negara Asia Tenggara dan Timur Tengah. Hanya sedikit yang warga asli Jepang. Umumnya terkonsentrasi dari kota-kota besar semisal Hiroshima, Kyoto, Nagoya, Osaka, dan Tokyo. Secara rutin, dakwah juga berjalan rutin pada komunitas-komunitas muslim ini. Pada kenyataannya pula Assosiasi pelajar muslim serta organisasi keagamaan kerap menyelenggarakan acara bersama dan diskusi untuk menambah pengetahuan ke-Islaman. Selain itu acara tersebut terbukti cukup efektif  dalam membina persaudaraan sesama Muslim. Beberapa tahun lalu. Dr.Saleh Samarrai yang pernah belajar di negara Sakura itu dari tahun 1960,  membentuk Japan Islamic Center dan menyusun metode dakwah efektif di Jepang. Sumbangsihnya ini akhirnya mampu mendorong upaya pengembangan Islam serta mengenalkan Islam secara luas pada masyarakat Jepang yang kosmopolitan.[5]           
B.     PERKEMBANGAN ISLAM MODERN DI JEPANG
Pada masa kini ketika Jepang menjadi salah satu tujuan pendidikan, usaha dan wisata yang populer, banyaknya pekerja, pelajar dan wisatawan muslim turut mempengaruhi perkembangan Islam disana. Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia menyatakan: "Di Jepang pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya ada dua masjid, namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus masjid. Masyarakat Islam yang ada di Jepang, paling banyak orang Indonesia, kemudian orang Pakistan, Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi pusat studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik perhatian warga muda Jepang. Saya percaya, akumulasi dari berbagai usaha yang kecil seperti ini, dapat memberi adil bagi dunia yang lebih damai. Kyoto juga berencana menjadi kota yang ramah terhadap muslim. Pasca pembebasan visa pada Juli 2013, jumlah pengunjung muslim asal Malaysia ke Jepang meningkat dan mendorong pemerintahan di Kyoto mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kyoto memiliki kelompok studi di bawah Asosiasi Muslim Kyoto. Asosiasi yang berdiri sejak tahun 1987 ini mengusahakan agar muslim dapat mengunjungi masjid dan beribadah di dalamnya, menyediakan ruangan dengan petunjuk arah qiblat, juga memberikan informasi terkait tempat-tempat makan halal yang di Kyoto.
Serangan jepang terhadap China dan negara-negara Asia Tenggara semasa Perang Dunia II menghasilkan hubungan-hubungan antara orang-orang Jepang dengan orang-orang Muslim. Mereka yang memeluk agama Islam melalui hubungan-hubungan itu kemudian mengasaskan Persatuan Jepang Muslim di bawah pimpinan Allaharham Sadiq Imaizumi pada tahun 1953. Persatuan tersebut ialah organisasi Jepang Muslim yang pertama. Ketua kedua persatuan ini ialah Allahyarham Umar Mita. Mita merupakan orang Islam yang tipikal bagi generasi tuanya yang mempelajari Islam di wilayah-wilayah yang diduduki oleh Kekaisaran Jepang. Melalui hubungan-hubungannya dengan orang-orang Cina Muslim, dia memeluk Islam di Beijing.Saat Mita kembali ke Jepang selepas perang, dia menunaikan haji, dan merupakan orang Jepang pertama sesudah peperangan untuk berbuat demikian. Mita juga membuat terjemahan AL-Quran bahasa Jepang untuk pertama kali. Oleh itu, hanya selepas Perang Dunia II baru terdapat sebuah komunitas di Jepang.[6]
Menjadi bangsa yang terbuka bagi dunia, Jepang giat memberikan bantuan, termasuk beasiswa bagi para pelajar berprestasi dari berbagai negara termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim seperti Indonesia sehingga tidaklah mengherankan jika mayoritas populasi Muslim di Jepang adalah orang asing dan yang paling banyak adalah orang Indonesia, selain India dan Pakistan. Jumlah populasi Muslim Indonesia di Jepang sendiri mencapai 20.000 (dua puluh ribu) orang. Populasi Muslim Indonesia di Jepang ini giat melakukan kegiatan-kegiatan keislaman yang berada di bawah payung berbagai macam organisasi dan lembaga, mulai dari yang bersifat social semacam PMIJ (Persaudaraan Muslim Indonesia Jepang), FLP (Forum Lingkar Pena) Jepang, sampai yang bersifat politis seperti PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Jepang dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Jepang. Biasanya orang-orang yang berafiliasi dalam organisasi Tidak hanya orang Indonesia saja yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mereka selenggarakan, ternyata orang-orang Jepang pun tertarik mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Setelah terjadi peristiwa teror 11 September 2001 (di New York), masyarakat Jepang juga memberikan perhatian yang sangat besar terhadap Islam. Selain organisasi dan lembaga yang dikelola Muslim asing, Muslim Jepang juga memiliki organisasi dan lembaga keislaman yang mereka kelola sendiri, seperti Japan Association of Middle East Studies (JAMES). JAMES ini aktif menyelenggarakan kajian-kajian (dalam bentuk seminar maupun diskusi) seputar Islam. Dan dari hasil pengkajian Islam yang intensif dilakukan di kampus-kampus terkenal di Jepang itu lahirlah sarjana-sarjana Islam Jepang sekaliber Prof. Sachiko Murata, pengarang buku The Tao of Islam yang terkenal itu. Prof. Sachiko Murata sendiri akhirnya memeluk Islam setelah belajar Islam di Fakultas Teologi University of Tokyo. Japan Muslim Association yang sudah berdiri sejak 1953 sendiri sekarang ini sangat giat melakukan penerjemahan dan menerbitkan kitab suci Al-Quran, Hadits Nabi, serta buku tentang cara sholat. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup signifikan mengingat beberapa tahun yang lalu untuk merekrut anggota saja masih sulit dilakukan oleh organisasai muslim jepang.[7]
Seorang Guru Besar Fakultas Teologi Universitas Doshisha, Hassan Ko Nakata, yang memeluk Islam setelah mempelajari Islam di Fakultas Agama Islam University of Tokyo selama 3 tahun, yang pada 9 Maret 2005 lalu berceramah di Pesantren Cigadog, mengatakan bahwa perkembangan Islam di Jepang juga banyak dipengaruhi oleh banyaknya wanita-wanita Jepang yang menjadi Muslim karena menikah dengan pria Muslim asing. Pemeluk Islam di Jepang adalah bukan sejak lahir, namun setelah dewasa barulah menjadi pengikut Islam atas kemauan sendiri. Namun sekali lagi, jumlahnya masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan total populasi penduduk Jepang. Saya yakin bahwa ini adalah kesempatan yang paling baik untuk menyiarkan agama Islam di kalangan Bangsa Jepang. Sebab ketidaktahuan yang menjalar di belakang benda duniawi telah menyebabkan bangsa yang menyebut dirinya maju itu menjadi mangsa atau korban kekosongan jiwa. Dan Islam adalah satu-satunya agama yang sanggup mengisi kekosongan jiwa mereka. Kalaulah langkah-langkah teratur dilakukan untuk dakwah Islam di Jepang sekarang, maka tidak akan lebih dari dua atau tiga turunan, seluruh bangsa ini telah memeluk Islam. Saya menegaskan bahwa usaha serupa akan merupakan pertolongan yang besar buat Islam di Timur Jauh, sekaligus merupakan nikmat terbesar bagi kemanusiaan di bagian dunia ini.[8]

 




 



 




Sulaiman, M., & Sugiyono. (2013). Perjalanan Sejarah Kebudayaan Islam. PT Tiga Serangkai Pustaka Mand.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar