A. SEJARAH
ISLAM DI JEPANG
Agama islam atau ( isuramu kyou ). Tidak ada
catatan yang jelas maupun jejak sejarah yang jelas mengenai kontak antara Islam
dan Jepang serta kapan persisnya Islam masuk ke Jepang. Tapi setidaknya dapat
diketahui bahwa Islam masuk ke Jepang melalui penyebaran ide/pemikiran religius
dari Barat (Western) pada tahun 1877. Pada masa itu kisah hidup Nabi Muhammad
SAW diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Hal ini menyebabkan Islam mampu hadir
dan diterima di tengah kalangan intelektual Jepang, walaupun Islam pada saat
itu hanya dipandang sebagai sebentuk pengetahuan serta bagian dari sejarah
budaya. Kontak lain yang juga tidak kalah penting adalah ketika Turki Ottoman
mengirimkan utusan berupa armada angkatan lautnya ke Jepang pada tahun 1890.
Tujuan dari misi diplomatic ini adalah untuk menjalin hubungan antara dua
negara dan untuk saling mengenal satu sama lain. Armada angkatan laut ini
dinamakan “Ertugrul”. Armada ini kemudian terbalik dan kandas di tengah
perjalanan pulangnya, Dari 600 (enam ratus) penumpang, hanya 69 (enam puluh
sembilan) yang selamat. Pemerintah maupun rakyat Jepang bersama-sama berusaha
menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi
arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat, akhirnya dapat
kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari
seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan
pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891 (seribu delapan ratus sembilan puluh
satu). Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi
Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904 (seribu
sembilan ratus empat). Dikatakan, pada saat armada kapal kekaisaran Rusia
melintasi laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan
karena itu, Jepang meraih kemenangannya.[1]
Orang Jepang yang pertama kali masuk Islam
adalah Mitsutaro Takaoka yang menjadi Muslim tahun 1909 dan kemudian berganti
nama menjadi Omar Yamaoka. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa orang
jepang bernama Torajiro Yamad kemungkinan merupakan pemeluk islam pertama di
jepang dan ia pernah berkunjung ke Turki. Komunitas muslim baru di jepang ada setelah kedatangan pengungsi dari
Uzbek, Kirgih kazakh, dan kaum Tatar muslim yang lari akibat terjadi Revolusi
Bolshevik di Rusia selama perang dunia I. Pemerintahan kekaisaran jepang
kemudian bersedia menyediakan lahan bagian tempat tinggal mereka di beberapa
kota sampai membentuk komunitas- komunitas kecil.
Sejarah dakwah di Jepang pada 14 tahun
terakhir didasarkan pada upaya-upaya Muslim asing (orang-orang Muslim yang
berasal dari luar Jepang) yang tinggal di Jepang. Mereka umumnya membentuk
komunitas kecil serta menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ke-islaman di Jepang,
sambil menuntut ilmu atau bekerja di Jepang, Setelah Perang Dunia II, komunitas
Muslim Turki merupakan komunitas terbesar di Jepang. Jepang pasca perang
merupakan sebuah negara yang terkenal dengan simpatinya yang besar terhadap
orang-orang Muslim yang berasal dari Asia Tengah, menganggap mereka sebagai
sekutu Uni Soviet. Pada saat itu terdapat beberapa orang Jepang yang bekerja
sebagai mata-mata yang mengadakan interaksi langsung dengan komunitas Muslim
ini. Beberapa diantaranya terbuka matanya tentang Islam dan kemudian memeluk
Islam setelah perang berakhir. Ada juga yang pergi ke Asia Tenggara seperti
Malaysia sebagai tentara selama Perang Dunia II berlangsung. Ketika menembaki
wilayah Malaysia dari udara, sang pilot Jepang ini menginstruksikan anak
buahnya untuk mengucapkan kalimat Tauhid “Laa Ilaha illallohu”. Dan ketika
mereka ditembak jatuh oleh tentara musuh di wilayah Malaysia, mereka
melontarkan kalimat Tauhid agar diberi perlakuan yang baik oleh penduduk
setempat. Dan memang mereka diberi perlakuan yang layak. Para tentara Jepang
yang menetap di Malaysia ini akhirnya tetap menjaga kalimat Tauhid itu sampai
sekarang. Mereka disebut Muslim generasi tua.[2]
Mereka menjadi sebuah kelompok minoritas Muslim Jepang pasca perang, dan hidup
bersama-sama dengan komunitas-komunitas Muslim yang berasal dari negara lain,
yang pada saat itu baru terbentuk. Secara umum, orang-orang Jepang pada saat
itu mempunyai prasangka negative (prejudice) yang kuat terhadap Islam dan
pengetahuan serta pemahaman mereka mengenai komunitas internasional amatlah
terbatas. Sebagai contoh, dalam sebuah artikel yang dimuat di sebuah majalah
tahun 1958, lima pilar Islam (rukun Islam) digambarkan dengan membuat judul
“The Strange Customs of Mohammedans (Adat-Istiadat Muhammad yang Aneh)
Orang-orang Jepang memiliki sebuah stereotip terhadap citra Islam sebagai
sebuah agama aneh yang berasal dari negara-negara berkembang. Bahkan pada saat
sekarang pun, meskipun telah dilakukan perbaikan, citra semcam ini belum bisa
dihapus sepenuhnya. Beberapa tahun yang lalu, seorang penulis terkenal yang
concern dalam bidang social mengatakan pada salah satu program acara TV bahwa
Islam merupakan sebuah agama yang pengikutnya menyembah matahari Invasi Jepang
terhadap China dan negara-negara Asia Tenggara selama Perang Dunia II.[3]
Munculnya komunitas muslim itu, akhirnya
berdampak didirikanya sejumlah bangunan masjid. Salah satu yang dianggap
penting adalah masjid Kobe yang dibangun pada tahun 1935 dan Masjid Tokyo tahun
1938. Masjid kobe adalah masjid tertua di jepang yang didirikan pada tahun 1935
yang pembangunanya didanai oleh komite islam Kobe. Ketika perang dunia ke-2,
hampir seluruh kawasan jepang termasuk Kobe hancur akibat ledakan bom di daerah
Hiroshima dan Nagasaki, namun berkat kekuasaan Allah Swt, Masjid tetap berdiri
kokoh dan menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa ketika itu. Masjid kobe
sekali lagi diuji dengan gempa yang melanda kota tersebut pada tanggal 17
januari 1995. Gempa berkekuatan 6,9 Skala Richter itu telah membumi hanguskan
kota kobe. Ketika saya melihat arsip
dokumen yang dipajang di bagian belakang masjid, saya tertegun sekaligus takjub
dengan kebesaran Allah. Di dalam foto terlihat sesaat setelah gempa dahsyat
tersebut, Sepanjang mata memandang,semua bangunan rata dengan tanah. Korban
tewas tertulis berjumlah 5.502 orang. Allah kembali menunjukkan mukjizatnya.
Masjid kobe tetap kokoh berdiri di tengah puing- puing reruntuhan bangunan
lainnya.
Berkat komunikasi yang intens antar pemeluk
islam beberapa penduduk jepang pun beralih ke islam saat itu. Islam mengalami
perkembangan pesat selama berkecampuknya Perang Dunia II. Kekaisaran dan
militer Jepang banyak menjalin hubungan dengan sejumlah organisasi dan pusat
kajian islam serta negara islam. Pada masa ini sebanyak 100 buku dan jurnal
mengenai Islam terbit di Jepang. Namun, tujuan utama pihak militer mendekati
kalangan adalah guna mendapat pengetahuan tentang Islam dalam kaitan rencana
invasi ke negara-negara Asia Tenggara yang berpenduduk muslim. Tahun 1953
organi muslim pertama(Japan muslim Association) berdiri di bawah pimpinan Sadiq
Imaizumi. Jumlah anggotanya masih sebanyak 65 orang dan bertambah dua kali
lipat dua tahun kemudian. Pengganti Sadiq adalah Umar Meta. Dia mempelajari
islam ketika bekerja di Cina saat perang dunia II. Karena sering kali
berhubungan dengan umat muslim Peking-Cina.
Lama kelamaan Umar percaya terhadap ajaran
Islam dan memutuskan beralih menjadi muslim, Sesudah kembali ke Jepang, dia
pergi ke tanah suci Mekah dan tercatat sebagai orang Jepang pertama yang
berhaji setelah masa perang. Tidak hanya itu, Umar selanjutnya juga membuat
terjemahan Al-Qur`an ke dalam bahasa Jepang.Satu lagi masa kejayaan islam di
Jepang tatkala terjadi krisis minyak dunia tahun 1973. Negara negara Timur
Tengah mengembargo pasokan minyak mentahnya pada negara yang mendukung Israel.
Oleh karenanya, perhatian warga Jepang tercurah pada perkembangan alam,
khususnya di Timur Tengah. Mereka pun makin menyadari penting menjalin hubungan
dengan negara-negara tersebut selagi pertumbuhan ekonomi Jepang. Akan tetapi,
sekali lagi usai krisis minyak reda, Islam akan kembali dilupakan oleh
masyrakat Jepang.[4]
Namun dengan berakhirnya efek oil shock, maka
berakhir pula segala nostalgia ini. Ketertarikan orang-orang Jepang pada Islam
menghilang secara cepat. Islamic Boom”
Menurut salah seorang Muslim Jepang, Nur Ad-Din Mori, beberapa tahun mendatang akan terjadi perkembangan Islam yang signifikan di Jepang. Hal ini ditandai dengan kembalinya lima pelajar Muslim ke Jepang setelah mereka menyelesaikan studinya tentang Islam di negara-negara Arab. Dua lulusan berasal dari Umm al-Qura University, Mekah, satu lulusan berasal dari Islamic University, Madinah, dan satu lagi berasal dari Dawa College, Tripoli dan terakhir berasal dari Qatar University. Meskipun para pelajar yang concern ke studi Islam ini jumlahnya tidak signifikan, namun hal itu sudah cukup bagus mengingat sebelumnya hanya ada enam pelajar yang concern ke Islamic Studies selama 20 tahun terakhir. Islam merupakan sebuah agama yang memberi penekanan pada pentingnya ilmu dan kita tidak dapat menegakkan Islam tanpa memahaminya (belajar). Nori merasa bahwa segenap upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Islam di Jepang sekarang ini mengalami sedikit penurunan. Mori juga mengeluhkan permasalahan lain yang dihadapi oleh para Muslim di Jepang : hanya ada sedikit orang yang bisa memberi pengajaran tentang Islam kepada masayakat local dengan menggunakan bahasa Jepang.
Menurut salah seorang Muslim Jepang, Nur Ad-Din Mori, beberapa tahun mendatang akan terjadi perkembangan Islam yang signifikan di Jepang. Hal ini ditandai dengan kembalinya lima pelajar Muslim ke Jepang setelah mereka menyelesaikan studinya tentang Islam di negara-negara Arab. Dua lulusan berasal dari Umm al-Qura University, Mekah, satu lulusan berasal dari Islamic University, Madinah, dan satu lagi berasal dari Dawa College, Tripoli dan terakhir berasal dari Qatar University. Meskipun para pelajar yang concern ke studi Islam ini jumlahnya tidak signifikan, namun hal itu sudah cukup bagus mengingat sebelumnya hanya ada enam pelajar yang concern ke Islamic Studies selama 20 tahun terakhir. Islam merupakan sebuah agama yang memberi penekanan pada pentingnya ilmu dan kita tidak dapat menegakkan Islam tanpa memahaminya (belajar). Nori merasa bahwa segenap upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Islam di Jepang sekarang ini mengalami sedikit penurunan. Mori juga mengeluhkan permasalahan lain yang dihadapi oleh para Muslim di Jepang : hanya ada sedikit orang yang bisa memberi pengajaran tentang Islam kepada masayakat local dengan menggunakan bahasa Jepang.
Sampai kini Islam seolah sulit berkembang di
Jepang. Salah satu penyebabnya adalah ketaatan warga Jepang terhadap
kepercayaan sinto dan Buddha. Statistik menyebutkan,sekitar 80 persen penduduk
memeluk Sinto dan Buddha. Lainnya satu dari empat yang menganut agama lain.
Adapun agama Islam dianut oleh sekitar satu setengah juta jiwa. Jumlah ini
terbilang kecil dibandingkan populasi Jepang sebanyak 120 juta jiwa. Sebagian
besar pemeluk islam ini adalah para pelajar dan imigran dari negara Asia
Tenggara dan Timur Tengah. Hanya sedikit yang warga asli Jepang. Umumnya
terkonsentrasi dari kota-kota besar semisal Hiroshima, Kyoto, Nagoya, Osaka,
dan Tokyo. Secara rutin, dakwah juga berjalan rutin pada komunitas-komunitas
muslim ini. Pada kenyataannya pula Assosiasi pelajar muslim serta organisasi
keagamaan kerap menyelenggarakan acara bersama dan diskusi untuk menambah
pengetahuan ke-Islaman. Selain itu acara tersebut terbukti cukup efektif dalam membina persaudaraan sesama Muslim.
Beberapa tahun lalu. Dr.Saleh Samarrai yang pernah belajar di negara Sakura itu
dari tahun 1960, membentuk Japan Islamic
Center dan menyusun metode dakwah efektif di Jepang. Sumbangsihnya ini akhirnya
mampu mendorong upaya pengembangan Islam serta mengenalkan Islam secara luas
pada masyarakat Jepang yang kosmopolitan.[5]
B. PERKEMBANGAN ISLAM MODERN DI JEPANG
Pada masa kini ketika Jepang menjadi salah
satu tujuan pendidikan, usaha dan wisata yang populer, banyaknya pekerja,
pelajar dan wisatawan muslim turut mempengaruhi perkembangan Islam disana.
Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia menyatakan: "Di Jepang
pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya ada dua masjid,
namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus masjid. Masyarakat Islam yang
ada di Jepang, paling banyak orang Indonesia, kemudian orang Pakistan,
Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi
pusat studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik
perhatian warga muda Jepang. Saya percaya, akumulasi dari berbagai usaha yang
kecil seperti ini, dapat memberi adil bagi dunia yang lebih damai. Kyoto juga
berencana menjadi kota yang ramah terhadap muslim. Pasca pembebasan visa pada
Juli 2013, jumlah pengunjung muslim asal Malaysia ke Jepang meningkat dan
mendorong pemerintahan di Kyoto mencari cara untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kyoto memiliki kelompok studi di bawah Asosiasi Muslim Kyoto. Asosiasi yang
berdiri sejak tahun 1987 ini mengusahakan agar muslim dapat mengunjungi masjid
dan beribadah di dalamnya, menyediakan ruangan dengan petunjuk arah qiblat,
juga memberikan informasi terkait tempat-tempat makan halal yang di Kyoto.
Serangan jepang terhadap China dan negara-negara Asia Tenggara semasa Perang
Dunia II menghasilkan hubungan-hubungan antara orang-orang Jepang dengan
orang-orang Muslim. Mereka yang memeluk agama Islam melalui hubungan-hubungan
itu kemudian mengasaskan Persatuan Jepang Muslim di bawah pimpinan Allaharham
Sadiq Imaizumi pada tahun 1953. Persatuan tersebut ialah organisasi Jepang
Muslim yang pertama. Ketua kedua persatuan ini ialah Allahyarham Umar Mita.
Mita merupakan orang Islam yang tipikal bagi generasi tuanya yang mempelajari
Islam di wilayah-wilayah yang diduduki oleh Kekaisaran Jepang. Melalui
hubungan-hubungannya dengan orang-orang Cina Muslim, dia memeluk Islam di
Beijing.Saat Mita kembali ke Jepang selepas perang, dia menunaikan haji, dan
merupakan orang Jepang pertama sesudah peperangan untuk berbuat demikian. Mita
juga membuat terjemahan AL-Quran bahasa Jepang untuk pertama kali. Oleh itu,
hanya selepas Perang Dunia II baru terdapat sebuah komunitas di Jepang.[6]
Menjadi bangsa yang terbuka bagi dunia, Jepang
giat memberikan bantuan, termasuk beasiswa bagi para pelajar berprestasi dari
berbagai negara termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim
seperti Indonesia sehingga tidaklah mengherankan jika mayoritas populasi Muslim
di Jepang adalah orang asing dan yang paling banyak adalah orang Indonesia,
selain India dan Pakistan. Jumlah populasi Muslim Indonesia di Jepang sendiri
mencapai 20.000 (dua puluh ribu) orang. Populasi Muslim Indonesia di Jepang ini
giat melakukan kegiatan-kegiatan keislaman yang berada di bawah payung berbagai
macam organisasi dan lembaga, mulai dari yang bersifat social semacam PMIJ
(Persaudaraan Muslim Indonesia Jepang), FLP (Forum Lingkar Pena) Jepang, sampai
yang bersifat politis seperti PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Jepang dan KAMMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Jepang. Biasanya orang-orang yang
berafiliasi dalam organisasi Tidak hanya orang Indonesia saja yang terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang mereka selenggarakan, ternyata orang-orang Jepang
pun tertarik mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Setelah terjadi peristiwa
teror 11 September 2001 (di New York), masyarakat Jepang juga memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap Islam. Selain organisasi dan lembaga yang
dikelola Muslim asing, Muslim Jepang juga memiliki organisasi dan lembaga
keislaman yang mereka kelola sendiri, seperti Japan Association of Middle East
Studies (JAMES). JAMES ini aktif menyelenggarakan kajian-kajian (dalam bentuk
seminar maupun diskusi) seputar Islam. Dan dari hasil pengkajian Islam yang
intensif dilakukan di kampus-kampus terkenal di Jepang itu lahirlah
sarjana-sarjana Islam Jepang sekaliber Prof. Sachiko Murata, pengarang buku The
Tao of Islam yang terkenal itu. Prof. Sachiko Murata sendiri akhirnya memeluk
Islam setelah belajar Islam di Fakultas Teologi University of Tokyo. Japan
Muslim Association yang sudah berdiri sejak 1953 sendiri sekarang ini sangat
giat melakukan penerjemahan dan menerbitkan kitab suci Al-Quran, Hadits Nabi,
serta buku tentang cara sholat. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup
signifikan mengingat beberapa tahun yang lalu untuk merekrut anggota saja masih
sulit dilakukan oleh organisasai muslim jepang.[7]
Seorang Guru Besar Fakultas Teologi
Universitas Doshisha, Hassan Ko Nakata, yang memeluk Islam setelah mempelajari
Islam di Fakultas Agama Islam University of Tokyo selama 3 tahun, yang pada 9
Maret 2005 lalu berceramah di Pesantren Cigadog, mengatakan bahwa perkembangan
Islam di Jepang juga banyak dipengaruhi oleh banyaknya wanita-wanita Jepang
yang menjadi Muslim karena menikah dengan pria Muslim asing. Pemeluk Islam di
Jepang adalah bukan sejak lahir, namun setelah dewasa barulah menjadi pengikut
Islam atas kemauan sendiri. Namun sekali lagi, jumlahnya masih sangat sedikit
jika dibandingkan dengan total populasi penduduk Jepang. Saya yakin bahwa ini
adalah kesempatan yang paling baik untuk menyiarkan agama Islam di kalangan
Bangsa Jepang. Sebab ketidaktahuan yang menjalar di belakang benda duniawi
telah menyebabkan bangsa yang menyebut dirinya maju itu menjadi mangsa atau
korban kekosongan jiwa. Dan Islam adalah satu-satunya agama yang sanggup
mengisi kekosongan jiwa mereka. Kalaulah langkah-langkah teratur dilakukan
untuk dakwah Islam di Jepang sekarang, maka tidak akan lebih dari dua atau tiga
turunan, seluruh bangsa ini telah memeluk Islam. Saya menegaskan bahwa usaha
serupa akan merupakan pertolongan yang besar buat Islam di Timur Jauh,
sekaligus merupakan nikmat terbesar bagi kemanusiaan di bagian dunia ini.[8]
Agama
islam dikenal oleh masyarakat jepang sekitar tahun1877, semenjak terjadinya
perang dunia ke II, dan karena kebaikan negara Turki terhadap jepanglah
sehingga negara jepang mengenal agama islam, dan dari situlah masyarakat jepang
ada yang masuk islam dan mendirikan masjid dan lembaga-lembaga islam lainya,
Jepang menjadi salah satu tujuan pendidikan, usaha dan wisata yang populer,
banyaknya pekerja, pelajar dan wisatawan muslim turut mempengaruhi perkembangan
Islam disana. Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia menyatakan:
"Di Jepang pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya
ada dua masjid, namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus masjid.
Masyarakat Islam yang ada di Jepang, paling banyak orang Indonesia, kemudian
orang Pakistan, Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di
Tokyo menjadi pusat studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang. walaupun
sejatinya masyarakat jepang menganut agama sintho dan budha. Munculnya komunitas muslim, akhirnya berdampak
didirikanya sejumlah bangunan masjid. Salah satu yang dianggap penting adalah
masjid Kobe yang dibangun pada tahun 1935 dan Masjid Tokyo tahun 1938. Masjid
kobe adalah masjid tertua di jepang yang didirikan pada tahun 1935.
Sulaiman, M., &
Sugiyono. (2013). Perjalanan Sejarah Kebudayaan Islam. PT Tiga Serangkai
Pustaka Mand.
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Jepang (10.29 WIB) (10-10-17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar